UPACARA DI BAWAH BENDERA “TELEVISI” DAN PARA PENGEMAR VIRUS LATAH

Lagi santai menikmati liburan setelah 6 hari lamanya bekerja akhirnya datang juga hari yang dinanti. Karena merasa ketinggalan acara tv jadi mulai saya klik-klik remote tv dan dari satu saluran swasta yang saya tonton selama setengah jam yang beritanya hanya peristiwa kekerasan dan berbagai motif, modus, dan segala trik kejahatan serta akibat-akibatnya dari kekerasan tersebut membawa saya pada kesimpulan ngerinya hidup di negeri ini. Namun kita sadar bukan? bahwa yang saya lihat dan yang saya simpulkan hanya kesimpulan yang abstrak.

Kemudian setelah itu saya klik kembali ke saluran acara tv swasta yang lain dan sekarang yang saya temukan berbagai acara tv tentang sinema rohani, kehidupan mewah, dan segala roman hidup. Dari acara-acara tersebut yang saya tangkap ternyata mampu membuat hipnotis dan bisa memberi suggesti pada masyarakat kita bahwa kenyataan hidup itu sama seperti acara sinema-sinema yang di tonton. Mungkin mereka lupa bahwa acara tv tersebut hanya hiburan semata dan kemungkinan besar sebagai lahan bisnis buat mereka yang memang idealisnya adalah kapitalisme. Sinema-sinema itu banyak khayalan jauh dari kenyataan yang kita lihat bukan? Walaupun ada manfaatnya juga sangat tidak banding dengan efek buruknya pada hidup yang nyata. Dan bila saya coba mengkritisi seperti ini :

  • Sinema rohani, pada dasarnya sangatlah bermanfaat dengan pesan-pesan energi spiritual mencari kesadaran bagi si penonton. Namun yang kita lihat bukanlah pesan-pesan energi spiritual yang di utamakan tapi pesan menakut-nakuti penonton masyarakat awam yang belum melihat acara tv itu bukanlah info yang utama. Terlalu banyak pesan tidak logis yang di kasih para penonton setia sinema tersebut yaitu pesan-pesan yang berbau klenik, gaib, dan hal-hal yang di luar masuk akal. Dan seringnya kita di sugguhkan acara tv tersebut maka hal itu bisa menjadi kebutuhan imajinasi kita yang mulai berkembang seiring acara dan model sinema seperti itu, dan inipula yang harus ada filternya. Karena bila setiap hari dalam 24 jam kita punya waktu dan diisinya paling sedikit 3 jam buat habiskan untuk hal itu maka akan ada penggeseran nilai-nilai spiritual (baca: kenyataan) menjadi nilai spiritual dalam bentuk klenik.
  • Sebagai contoh dengan temanya “orang yang memakan uang haram dan ketika meninggal kuburannya penuh belatung” maka penilaian kita (penonton) akan takut dan merasa tenang seakan tuhan itu membalas orang-orang yang makan uang haram tersebut dengan hukuman seperti itu. Dan inilah yang menjadi pertanyaan saya :
  1. Apakah anda pernah lihat secara langsung kejadian seperti itu?
  2. Apakah memang seperti itu hukumannya?
  3. Bagaimana dengan hukum biologi tentang pembusukan hingga keluarnya belatung-belatung itu?
  • Sinetron kehidupan mewah atau yang di sebut glamour, pastinya sudah tentu berbeda pada kenyataan di Indonesia yang mana masyarakatnya masih jauh untuk kata sederhanapun rasanya kurang pas tapi lebih kebawah (miskin). Sinetron-sinetron yang membuat gigit jari bila menontonnya, coba bayangkan hidup di rumah yang seakan istana dengan kendaraan yang mahal, pembantu dan fasilitas lainnya yang plus. Semua orang ingin melangsungkan mimpi seperti itu tapi tak pernah tahu kapan mimpi itu hinggap di tempat dan waktu yang tepat.
  • Kaitanya dengan kenyataannya adalah hampir setiap orang tua ingin anaknya menjadi orang sukses dan bahagia itu hal wajar. Tapi ini yang menjadi permasalahannya bukan hal yang wajarnya tapi penilaian sukses dan bahagia itu? Bahwa kita menilai kebahagian harus dilihat dengan kemewahan karena terimingi cerita-cerita kemewahan di sinetron itu. Penilaian seperti ini membuat rasa bersyukur itu menjadi sempit dan bila tujuan belum tercapai hanya ada perasaan mengeluh.
  • Sinetron cinta-cinta dan sinetron-sinetron lainnya sama halnya masih mengutamakan uang dan kekuasaan di banding manfaatnya.

Hidup di bawah bendera televisi membuat kita seakan menjadi  bintang ditelevisi dan hampir melupakan kenyataan karena terlalu banyak mengasumsi sugesti dan pesan yang buruk dari televisi. Pada dasarnya televisi bisa jadi sastra masyarakat Indonesia seperti apa yang di bilang Garin Nugroho “Televisi adalah sastra rakyat hari ini”. Tapi sebuah sastra yang baik haruslah mempunyai nilai dan memberi pesan yang logis dan nyata sehingga para penonton acara tersebut bisa ambil contoh yang baik dan bisa lebih berkreasi membuat ide-ide cermelang yang lebih membangun negeri ini.

Sebuah ide itu lahir dari ide sebelumnya dan terus-menerus memperbaiki ide yang ada atau kalau perlu membuat ide itu berbeda sama sekali dari ide yang sebelumnya. Cobalah kita jujur acara di televisi selalu lebih marak dan lebih laris karena satu ide acara yang jauh berbeda yang bisa memberikan hiburan dan suggesti terbaik untuk penonton. Tidak buat acara disini yang kebanyakan mengambil sama persis dari ide sebelumnya hanya berbeda nama acaranya dan inilah yang saya sebut sebagai virus latah. Apa bangsa ini akan mewariskan virus latah ke generasi selanjutnya? Apakah kita memang sudah mendarah daging untuk beridealis virus latah ini?. Saya selalu suka menonton acara televisi dari sebuah acara tentang alam Indonesia ini dan acara-acara tersebut membuat saya bangga hidup di negeri yang kaya sumber alamnya. Dan bila kita mau berkritis sedikit saja tentang hal ini seharusnya kita harus lepas topeng dan atribut pikiran kita yang selalu berpangku tangan terhadap orang lain.

Bangga akan sumber alamnya itu belumlah cukup karena kita tidak membuat kebanggaan pada sumber daya manusianya yang selalu mengenakan virus latah dan atribut pikiran yang berpangku tangan. Hal aneh yang saya temukan dan saya rasakan kenapa wisatawan asing selalu mengaggumi sumber daya alamnya yang permai, banyak budaya dan seni yang membuat kagum untuk di pelajari. Sekali ini kita harus jujur merasa kalah terhadap wisatawan asing itu sendiri, kenapa? Rasa kagum dan rasa ingin mempelajari seni, budaya dan ingin menjelajahi alam Indonesia ini lebih tinggi di banding kita yang tinggal disini. Kenyataan yang saya lihat waktu masalah tarian yang di akui oleh Malaysia itupula yang menjadi renungkan kita, apakah kita memang benar melestarikan budaya tarian itu, seni dan alam ini ? ya kita tidak jujur bukan? Lihatlah di sekeliling kita. Kita lebih tertarik pada hal lain karena kita tidak mau mengenal tarian yang ada didalam seni budaya di negeri ini dan bila ada seseorang dari kita yang suka akan sebuah tarian dan mencoba melestarikannya pasti orang tersebut hanya mendapatkan tertawaan atau di bilang tidak gaulah (ketinggalan zaman) dan ini yang membuat kita semakin tertinggal. Dan inipula yang disebut orang sebagai tamu di negeri sendiri. Kita ini adalah tamu di negeri sendiri, apa pernyataan itu salah? Saya rasa tidak dan inilah fenomena ambiguitas hidup di bawah acara televisi dan virus latah menjadi penyakit yang sulit di hentikan.

Satu hal yang hampir kita lupakan adalah makna upacara hari senin dibawah bendera merah putih lama-lama hilang di telan upacara dibawah televisi. Apakah sebanding jasa para pahlawan yang gugur untuk negeri ini dengan virus latah yang kita endap ? Ini bukan masalah yang sepele kita harus mencoba menghentikanya. Dan bangunlah negeri ini dengan segala kreatiftas yang ada dan bangkitkanlah kembali rasa perjuangan didalam dada kita!!!

Pesan :

note yang saya buat ini hanya sebagai pengingat tanggung jawab kita dan saya ingin mencoba menanamkan rasa hutang pada negeri ini. Dimana kita kecil dan sampai dewasa kita terus mengambil segala kebutuhan pada bumi alam dari negeri ini dan sudah kewajaran kita membayar hutang pada negeri ini dengan melestarikannya serta memperkenalkan ide yang baik pada dunia bahwa negeri ini mampu jadi Negara yang hebat yang tidak mencuri ide-ide dan tidak harus berpangku tangan.

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p