SEBUAH CATATAN DARI LUKISAN KATA

Foto : sunartombs.wordpress.com

Foto : sunartombs.wordpress.com

Bermula dari kotak kardus yang selama ini saya simpan, dan tidak sengaja, yang tadinya saya bemaksud mencari foto waktu sekolah SMP, tapi akhirnya menemukan sepucuk surat dari seorang teman wanita. Begitu terkejutnya ketika saya membaca surat itu, yang berisi ungkapan perasaan dia pada saya. Dan juga beberapa barang kenangan yang diberikan teman-teman pada waktu itu sebagai pengingat persahabatan, yang membawa saya teringat pada masa lalu yang indah.

Dan saya juga teringat pada pelajaran bahasa Indonesia dalam tugas “mengarang” dibangku sekolah dasar, yang sebenarnya buat saya pribadi “mengarang” itu tugas yang membosankan. Tugas mengarang ini membuat jari-jari terasa pegal, karena kita di wajibkan mengarang dan menulis dalam satu lembar buku tulis, dan tentunya juga harus lebih dari empat paragraf.

Tapi yang membuat saya bertanya akan surat cinta yang ada ditangan saya ini, surat yang ditulis begitu banyaknya tanpa ada rasa bosan dan lelah, karena tak lepas ada tujuannya. Dan karena ada tujuan juga, yang membuat saya menulis satu tulisan ini.

***

Kata demi kata menjadi satu kalimat, dari kalimat ke kalimat menjadi satu paragraf, dari paragraf ke paragraf menjadi satu tulisan. Dan dari satu tulisan, kita bisa ambil sebuah kesimpulan dan tujuannya tulisan itu dibuat. Seperti hal nya sebuah pernyataan “Tak ada kata yang tak bermakna”. Begitu juga, apa yang ditulis oleh Aristoteles dalam De Interpretatione, Bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan”.

Sebuah pertanyaan yang tersimpan lama dalam benak, kini pelan-pelan hampir terjawab. Mengapa orang begitu hanyut ketika membaca buku, surat, atau tulisan, entah berisi fiksi atau fakta, entah berupa narasi ataupun deskripsi? Dan ternyata ada hubungannya dengan lukisan kata-kata, karena yang kita baca adalah sebuah kata-kata yang hidup, yang seakan melukisan sebuah cerita ataupun sebuah pemaparan yang menggungah emosi dan memutar pikiran kita.

Sebuah Negara bisa berkembang dan maju peradabannya karena tak lepas dari budaya kesadaran, dan sebagai penunjang akan kesadaran, maka setiap masyarakatnya harus bisa berhitung dan membaca. Selain moral sebagai prosesnya, kita juga harus melengkapi seni tulisan lepas. Belajar menulis dan melukiskan kata-kata yang ingin kita sampaikan itu bisa menjadi pelengkap, yang membawa sebuah Negara ke gerbang kemajuan.

Kenapa belajar melukiskan kata-kata dalam tulisan begitu pentingnya? Sekarang, kita bisa lihat dan putar sedikit pemikiran kita, bukankah dengan menulis kita pasti membaca dan lebih mengerti apa yang kita baca? Membaca, hampir semua bisa membaca, tapi untuk lebih memahami apa yang dibaca, maka kita harus menulis dan melukiskan kata-kata apa yang dibaca tadi. Artinya, kita dituntut untuk lebih memahami apa yang dibaca. Kalau sekedar membaca, inilah yang kadang membuat pesan dari tulisan yang kita baca bagai angin lalu.

Menurut saya, program belajar dan apa yang diajarkan di sekolah begitu pentingnya, terutama pelajaran bahasa Indonesia dengan tugas “mengarang” dan mencatatnya. Dimana program pendidikan disini masih perlu ada “penggalakan menulis” kembali. Orang tua saya sering menceritakan pada saya, bagaimana orang zaman dulu belajar? yang kebanyakan harus “mencatat” karena buku pada saat itu cukup mahal dan sulit didapatkan. Dan dengan alasan ini pula, bahwa dengan mencatat, artinya kita dituntut untuk baca dan harus memahami.

Tidak perlu dibuktikan lagi, bahwa memahami sedikit bacaan itu lebih bermanfaat, dibanding banyak membaca, tapi bagai angin lalu. Disini, kita tidak harus kembali menggunakan cara yang lalu, tapi kita harus mengupayakan semua yang telah diberikan zaman dengan sebaik-baiknya. Metode mencatat dan membuat kesimpulan, dengan melukiskan apa yang dibaca dari setiap buku yang kita punya, atau yang telah dibahas dalam pelajaran, mungkin bisa menjadi salah satu cara yang sederhana, dikarenakan setiap siswa atau seorang pembaca di haruskan merangkum dengan menggunakan gaya tulisan sendiri. Dari sini juga kita bisa tahu bahwa setiap siswa atau seorang pembaca harus memahaminya.

Kita juga bisa lihat kenyataanya lagi, banyak dari guru-guru yang memberi tugas membuat makalah dengan referensi bebas. Dimana setiap siswa-siswanya menjadikan “gaya copy paste” menjadi hal biasa atau mungkin tak dibaca sepenuhnya, yang penting judulnya berkaitan. Padahal belum tentu isinya sama dan berkaitan dengan tugasnya. Kita tahulah, fungsi perpustakan apa? dan sekarang ini, hampir tak laku karena sedikit pengujungnya. Perpustakaan kini telah terhapuskan dengan “budaya copy paste”. Seharusnya perpustakaan bisa berguna sesuai fungsinya, dimana perpustakan bisa juga menjadi bahan referensi tugas dari sekolah.

Membaca dan berhitung itu penting, tapi lebih penting lagi bila kita melukiskan kembali dengan sebuah tulisan dan memahaminya, dari apa yang dibaca dan dihitung.

Salam

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p

Catatan :

Begitu bodohnya, saya yang dulu menganggap tugas “mengarang” tidak berguna, Karena surat cinta itu, saya jadi ingin menulis dan mendapatkan ide ini. Entahlah dimana dia (penulis suratnya) sekarang? tapi yang pastinya, terima kasih banyak. Dan sebagai bonusnya, saya berikan pada teman-teman kompasianer karena rasa kangen akan kekuatan virus cintanya.. hahahaha… 😛

SEMANGAT LAGU PENUTUP DORAEMON

Ehmm..mm, apa kabar? Baik kan..?! 🙂

Siapa sih yang tidak kenal kartun Doraemon? kartun Jepang yang sudah terkenal ini dan cukup berumur juga. Tapi yang anehnya dari zaman ke zaman tetap eksis, karena saya pikir kartun ini cukup cerdas. Dimana ide setiap ceritanya membuat kita berharap, berpikir tentang teknologi dan masa depan dunia.

Sekarang bila kita sedikit kritis dan ambil sesuatu hal baik yang ada pada kartun ini, kemungkinan besar bermanfaat buat kita, buat negara dan juga buat semua manusia yang ada dibumi ini. Coba bila kita lihat tokoh dalam serial kartun ini, kita bisa temui banyak karakter yang sebenarnya tidak jauh beda dari kehidupan nyata kita, bukan? Coba saja kita lihat sekililing kita, dimana ada sebuah kekuasaan “Yang kuat, Yang berkuasa”, ada yang cerdas, ada yang bodoh sekaligus malas dan ada juga kasih sayang terhadap orang lemah (Walaupun sedikit).

Semangat, ya itulah dasar segala kemajuan. Kartun ini memberikan spirit buat penontonnya. Semangat yang luar biasa buat semua umat manusia, semangat memajukan peradaban kita. Tinggalkan dulu sebentar segala atribut yang kadang meracuni pikiran kita “Bahwa kita harus menjauhkan hal dunia”. Bukankah segala aturan Tuhan berlaku buat kita yang hidup di dunia? dunia bukanlah senda gurau dan saya percaya dunia hanya persinggahan kita. Tapi sekali lagi, apakah dunia perlu di jauhi? menurut saya yang perlu di jauhi itu hal-hal yang tidak bermanfaat atau hal yang dapat merugikan kita sendiri.

Global Warming, issue ini bukan hal baru dan berita ini juga yang membuat sebagian dari kita ketakutan, entahlah berita ini fakta atau “hoak”. Tapi yang perlu kita pikir ulang adalah penyelamatan diri kitanya (manusia). kita bisa jujur, bahwa kita ini sebenarnya adalah sebuah fenomena anomali (kehendak) dari alam yang kita huni ini. Kitalah yang ketakutan tentang pemanasan bumi secara drastis, apa memang alam ini yang ketakutan? dan apakah benar kita ini juga bisa menyelamati bumi ini? Berapa banyak cara yang sudah kita lakukan untuk alam ini? tidak lebih semua itu bukanlah buat alam ini, tapi buat kita sendiri. Terlalu naif, bukan? bila kita begitu sok nya mau menyalamatkan bumi ini. Logika sederhananya seperti ini, menurut para ahli astronomi “bahwa bumi yang kita huni ini dulunya pernah kejatuhan banyak meteor”. Nah, dari sini kita bisa tahu diri! Apa yang bisa kita perbuat jika buat kedua kalinya meteor itu jatuh kembali pada bumi ini? apa yang bisa kita selamatkan?

Tapi kita juga tidak perlu khawatir tentang ini, kita punya semangat yang tidak di miliki oleh mahluk ciptaanNya yang lain. Semangat tetap menjaga ke-eksistensian kita, semangat membangun segala kekurangan kita, yaitu membangun pola pikir yang maju, membangun segala kebaikan, membangun segala dimensi yang menyentuh ke-eksistensian kita. Beban ini hanya kita yang mampu memikulnya. Jadi kita harus terbuka setidaknya buat dunia, bukan menutup diri pada dunia. Dunia tidak bersalah dan kenapa kita sering menyalahkannya? Bukankah kebaikan dan keburukan itu adanya di pemahaman kitanya. Jadi karena hal inilah juga, kita sering salah paham menilai dunia.

Ada salah satu akhir dari lagu endingnya kartun Doraemon, yang menurut saya selain enak di dengar, lagu ini juga memberikan kita semangat merevitalisasi segala dimensi yang menyentuh ke-eksistensian kita.

Lihat-lihatlah bunga yang sedang mekar
Tiba saat mengucapkan selamat pagi
Masa depan semua mari kita bangun
Lalalala lalalala bernyanyi bersama

Saya hidup di bumi ini masa depan dengan kapal angkasa
Mari kita banyak-banyak berikhtiar
Menjadikan satu-satu kita wujudkan
Kita hidup di bumi ini
Pagi ini esok dan seterusnya
Masa indah sangat banyak kota impian…

Sumber liriknya Disini ….. Buat Kamu Yang mau dengar lagunya Download aja DISINI From Idws

Salam Perubahan.

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~ PiSs ah…!! :p

Related Posts

KECEWA ITU SEBAGAI PENA DALAM TULISAN INI

Bukan menjadi rahasia hidup lagi bagi setiap orang yang selalu memimpikan dan mencita-citakannya sebuah kebahagian. Karena buat saya kebahagian itu menciptakan sebuah pemaknaan hidup yang luar biasa. Namun, sebelum ini apakah bahagia itu? Dan bagaimana cara mendapatkannya? Inilah hal paling sulit untuk dijawab,  dibanding kita harus mempelajari satu rumusan matematika dan memperdalaminya. Buat saya adalah kebohongan besar, bila kita berbuat dan berpikir sesuatu tanpa satu rasa dorongan ingin mencapai kebahagian.

Gulungan demi gulungan terkumpul menjadi satu gulungan hidup dan gulungan itu saya sebut adalah sebuah rasa. Hidup itu tidak mungkin lepas dari yang namanya rasa. Rasa hidup itu bermacam-macam warna, bermacam-macam nuansanya dan segala hal itu berujung dengan rasa. Dan untuk membuktikannya cukup mudah, coba anda yang sedang baca tulisan sederhana ini, tidak mungkin bukan? tanpa rasa ingin tahu, apa isi yang ada dalam tulisan ini.

Rasa bahagia itu buat saya adalah hasil rekayasa perasaan yang berujung pada kepuasan dan kenikmatan. Mungkin bisa diterima bisa juga tidak? Itukan hanya menurut saya, tapi sebelumnya coba kita simak apa kata filsuf Baruch de Spinoza. Bagi Spinoza caranya meraih kebahagian seperti ini :

Kenikmatan itu bisa di capai dengan dua cara yaitu dengan men-distingsikan emosi pasif dan emosi aktif. Di bawah ini saya coba untuk merangkumnya sangat singkat dan saya coba semaksimal mungkin.

  • Emosi pasif adalah perasaan bahagia atau kecewa secara spontan yang kita alami. Contohnya, ketika kita melihat pemandangan pegunungan maka yang ada rasa senang dan bahagia. Rasa bahagia seperti ini berasal dari penginderaan. Karena hanya indrawilah yang bisa berhubungan langsung secara spontan dan kita merasakannya. Dan ini pandangan yang dangkal.

  • Emosi aktif adalah perasaan bahagia atau kecewa yang diperoleh berkat aktivasi mental atau jiwa. Contohnya, kita  semualah yang berada di depan layar komputer/laptop ketika kita mampu melihat gejala dan permasalahan yang ada di Negara ini. Rasa bahagia seperti ini yang mengalami sukacitanya karena gejala dan permasalahan bisa ditemukan solusinya walaupun hanya di depan layar komputer  dengan memalui tulisan, diskusi dan segala sarana yang berhubungan untuk mencari kebahagian atau solusinya.

Nah, dari ini saya akan memulai tujuan yang ingin saya sampaikan pada anda. Pengertian emosi pasif dan aktif itu saya ambil dari buku “Tuhan para filsuf dan ilmuwan” karya Simon Petrus L. Tjahjadi (Bab II hal 32) tapi buat contohnya saya coba mengkaitan dengan tujuan tulisan saya ini. Jadi harap di makluminya kalau tidak enak dibaca atau kurang pas.

Banyak sekali para seniman dan para penulis membuat hasil karya yang indah karena lahir dari rasa kecewa. Sebagai contoh para pecinta musik blues, pasti tahukan? berbasis apa musik blues itu muncul, yaitu akibat para budak kulit hitam yang kecewa terhadap keadaan mereka yang tertindas waktu itu, hingga menciptakan karya musik yang hebat yang bisa dinikmati banyak orang sampai sekarang ini. Ya termasuk saya ini yang suka dengan Janis Joplin. Dan kali ini saya tidak akan membahas lewat seni musik tapi dengan seni tulisan termasuk salah satu rasa kecewa saya terhadap orang yang menilai seorang penulis dengan miring.

Melihat fenomena sekarang ini, dimana kita bisa bebas beropini dan berpendapat hingga tirai penghalang begitu tipis dan mudahnya kita bisa berkarya dan bertukar pikiran melalui tulisan-tulisan yang ada. Tidak bisa di pungkiri lagi tulisan itu lahir karena rasa kecewa kita terhadap suatu hal yang kita percaya dari apa yang ingin kita sampaikan, bukan? Ada penulis yang tulisannya membahas apa itu seks? Ada penulis yang tulisannya itu selalu dengan retorika cinta? Ada penulis yang membahas kebenaran? Ada penulis yang dalam tulisannya ingin menghibur orang banyak.

Jika kita mau jujur melihat statistik karya tulisan kita ini secara holistik, maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa penulis ingin meraih kebahagian melalui cara emosi aktif (baca : Defenisi Spinoza) karena kita kecewa terhadap hal yang kurang pas yang selama ini kita lihat sebagai gejala masalah pada nilai-nilai minor terhadap permasalahan yang mengarah kesatu tujuan yaitu kebahagian.

Penulis yang tulisannya membahas sekitar seks, pasti punya rasa kecewa terhadap banyak orang yang yang mengira bahwa membahas seks itu selalu tendensius terhadap hal porno, maka penulis itu merasa terpanggil dari rasa kecewanya terhadap mereka yang menganggap seks sebagai hal yang tabu dan selalu porno. Dan sudah pasti,  penulis tersebut akan berusaha sebaik mungkin menerangkan dengan tulisan yang mengarah pada perbaikan dari segala penilaian-penilaian yang salah terhadap seks. Begitupun penulis yang membahas retorika cinta, kebenaran, politik, hiburan dan lain-lainya. Hampir semua penulis punya tujuan yang mengajak kita untuk memperbaiki nilai-nilai pada sendi hidup yang seharus dikaji lebih dalam (baca :Revitalisasi dalam tulisan).

Kebahagian seorang penulis bisa dirasa pada  setiap kata, kalimat dan paragraf pada tulisannya. Dan para penikmat pembacanya pun bisa sama-sama mendapat kebahagian. Tapi tidak lain lagi penulis dan pembaca sama-sama punya rasa kecewa yang harus dibayar lewat sebuah karya tulis yang lahir karena rasa kecewa, terlebih pada penulis harus lebih punya rasa kecewa yang lebih dari pada pembaca. Jadi kecewa yang bermutu akan menciptakan satu karya yang bisa dinikmati.

Akhir dari tulisan ini saya teringat beberapa bulan yang lalu pada seorang teman yang menilai miring pada penulis. Dia bilang “Apa enaknya jadi penulis dibanding pengusaha ?”. Sempat lama saya berpikir bahwa ada yang janggal dari perkataanya. Namun saya coba tidak lihat sisi buruknya, mungkin maksudnya hanya perhatian seorang teman terhadap saya dengan kondisi masa depan saya. Tapi bila saya bepikir ulang dan ulang lagi, tentu saya temui kebahagian saat ini. Yaitu “Pengusaha tidak akan maju tanpa membaca buku dari seorang penulis yang punya rasa (kecewa) terhadap usahanya yang gagal dahulu, maka tugas para penulislah yang harus bisa berbagi sebuah karya tulis terhadap pengusaha yang lain”.

Adakah yang salah menjadi penulis? Apakah kita memang dibatasi untuk menikmati dari apa yang kita senangi akan sebuah tulisan? Saya kira tidak, karena satu yang berdasar buat semua orang yaitu sama-sama mempunyai rasa ingin meraih kebahagian. Namun setiap orang itu unik dengan caranya masing-masing. Dan salah satu cara kita menggali potensi pengenalan diri bisa melalui tulisan.

Pesan :

Kebahagian itu banyaknya macamnya tapi cara mendapatkanya bisa dengan dua cara yaitu emosi pasif dan aktif, tinggal mana yang sebaiknya kita gunakan. Kita bisa lihat orang akan memandang kebahagian yang hanya menggunakan cara spontan akan terlihat dangkal penilaiannya. Tapi tidak buat orang yang selalu melihat dari semua realitas yang ada yaitu penggunaan emosi aktif pada dirinya dan kebahagian seperti ini memang lebih berarti dan tahan lama. Dan inipun salah satu jawaban saya terhadap mereka yang takut akan menulis.

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! 😛

C.I.N.T.A. CUMA 5 HURUF, Masa iya..?!

Kadang saya itu terlalu pengecut untuk menulis cinta atau mendefenisikanya, karena apa sih hal yang tidak ada hubungannya dengan cinta?! Mustahil bukan?. Seorang penjahat sekeji apapun pasti punya cinta, jadi buat apa kita perlu repot-repot dan sibuk mengajarkan cinta karena mereka sudah tahu. Dan itulah pandangan saya tentang cinta Cuma 5 huruf tapi itu duluuuuuuu sekali!!!

Dimana-mana pasti ada cinta, tidak percaya?! Coba pikirkan! kata cinta itu, ada berapakah kata cinta jika di jumlahkan setiap harinya dari mereka yang membahas dan mengucapkanya?! Terlalu rajin untuk menghitungnya?! Hahaha.. :p cape deh..!!

Bicara cinta itu pasti persoalan hati!! Tapi kata siapa? Mereka yang cuma mengandalkan perasaan, pasti menderita jika cinta hanya dianggap persoalan hati, kenapa? Coba tanya diri anda sendiri, bisakah semua permasalahan dipecahkan dengan perasaan?! Bagi saya perasaan itu berubah-ubah, tidak bisa selalu sejalan dengan awal tujuan. Kita bisa lihat  buktinya dengan adanya perselingkuhan dari hubungan pacaran bahkan yang sudah berkeluarga pun sering terjadi perselingkuhan. Yang katanya sayang dan cinta selamanya. Jadi cinta yang mengandalkan perasaan masih belum bisa menjadikan cinta sebagai kebutuhan hidup secara keseluruhan.

Membahas cinta yang mula-mulanya dari mata lalu turun ke hati sepertinya terlihat sederhana, tapi sebenarnya ini perlu kejujuran dan keberanian yang mendalam. Tapi masa iya, kita lewati senjata yang sangat di andalkan yaitu akal yang sangat cenderung dengan logika.  Sedangkan kejujuran dan keberanian harus melewati akal sehat. Banyak tokoh besar dunia yang mengandalkan logika sebagai cintanya hingga banyak pula sebuah penemuan yang bermanfaat hingga sekarang.

Kejujuran dan keberanian dalam cinta belum tentu bermuara pada pengorbanan. Etika cinta selalu menjadi kewajiban pada setiap orang yang mengandalkanya. Kejujuran wajib, keberanian wajib!! Dan hal inilah yang selalu dicari banyak orang dalam hubungan pasangan suami istri ataupun cintanya para remaja (pacaran). Mereka  yang mengandalkan logika dalam cintanya pasti punya pondasi yang kuat.

Etika dan logika cinta memang cukup sebagai pondasi. Tapi hal ini bukan tanpa masalah loh?!. Duluuuu sekali Si Om filsuf Immanuel Kant atau biasa disebut Kant pernah menerapkan hal ini. Prinsip itulah yang kita pegang. Prinsiplah yang membawa kita punya nilai, tapi nilainya itu hanya yang sama dengan orang yang mempunyai prinsip sama dengan kita pula.

Prinsip kemungkinan besar mengarah pada keyakinan, tapi tidak semua orang sama prinsip dan keyakinannya. Kejujuran wajib, keberanian wajib itulah prinsip-prinsip cinta. Tapi bagi saya ini masih terkesan egois!! Dan ini masih punya permasalahnya, Si Om Kant pernah di ajukan sebuah pertanyaan ilustrasi seperti ini,

Anda punya prinsip berani dan jujur, tapi suatu hari anda ini punya teman atau rekan yang lari dan sembunyi karena ingin dibunuh oleh pembunuh. Lalu rekan anda itu bersembunyi dirumah anda dan ketika itu anda harus berhadapan dengan pembunuh maka Si pembunuh mengajukan pertanyaan pada anda “Apa anda melihat seseorang (teman anda) yang lari ke sekitar sini?” dan sekarang apa yang anda harus lakukan dan ucapkan pada pembunuh tersebut?.

Ilustrasi diatas mengajak kita untuk merasa dan berpikir pada pengorbanan. Korban Perasaan bersalah karena kita telah berbohong dan juga pengorbanan pada prinsip yang selama ini kita jadikan pegangan. Coba jika anda mengikuti prinsip-prinsip yang ada, maka teman anda akan terbunuh bukan?! Kita berbohong seperti itu bukan karena perasaan kasihan pada teman kita, tapi inilah yang disebut cinta itu perlu pengorbanan dalam segala hal dan saya biasa menyebutnya kompromi.

Kompromi itu buat saat ini adalah kunci dari ratusan masalah cinta. Cinta terhadap keluarga, tetangga, Negara dan antar Negara. Hubungan bisa terjalin nyaman karena adanya kompromi di antara semuanya. Dalam keluarga pasangan suami isteri tidak perlu tersiksa karena curiga. Karena kompromi memberikan opsi dan solusi buat keduanya (win win solution). Kompromi adalah komunikasi yang terwujud dengan saling menghargai, toleransi, dan sama-sama perihak yang kita butuhkan. Kompromi bukan kewajiban tapi kebutuhan. Kompromi juga bukan sebagai kepercayaan penuh terhadap satu hal, tapi kompromi itu memberikan pelajaran agar kita selalu berpikir logis sebelum percaya. Dan begitupun sebalikya.

Jadi sebenarnya defenisi cinta menurut saya sejauh mana kita mengenal pengorbanan cinta itu sendiri. “Cinta itu cukup luas tapi hanya seluas pengorbanan kita dan cinta itu terbatas, sebatas kita mengartikan cinta itu sendiri.”

Salam Cinta.

Pesan :

Tulisan ini sebenarnya saya persembahkan pada dua orang kompasianer yaitu pada Teteh Mariska Lubis dan Bang Risman. Karena dua orang itu saya terjangkit virus cinta dalam tulisan-tulisannya. Dan kedua orang itu juga tidak pernah lelah menuliskan cinta disetiap cintanya. Thanks,  🙂

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p

KOPI DAN ORIENTASI KRITIK

Ilustrasi : Google

Ilustrasi : Google

Sekedar Intermezzo,

Sadar tidak sadar pembentukan karakter pada diri ini sangat dipengaruhi dari satu pola yang kita anggap menarik. Seiring itu pula kita mengasumsi banyak pikiran orang, tapi belum tentu sama makna pemahamannya pada orang yang menjadi asumsi kita sendiri. Maka setiap pemahaman kita ini tidak lepas dari kritik.

***

Membahas kritik tidaklah asik bila kita tidak tahu apa itu kritik, bukan? Kritik itu kata dasarnya adalah kritikos berasal dari bahasa yunani. Dan kata kritikos itu sendiri dari kata krites yang artinya orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Mau tahu lebih lanjut bisa lihat disini.

Kerangka berpikir kritik menawarkan ruang baru dan ruang gerak untuk membangun suatu ide yang lebih baik dari sebelumnya. Dan sudah menjadi kepastian bahwa kemajuan dibidang apapun didapatkan karena adanya kritik.

Seks dan Kopi Hangat yang pernah ditulis oleh Mariska Lubis, menginspirasikan tulisan ini “kopi dan orientasi kritik”. Kritik bagaikan kopi, bukan? Pahit dirasa tapi entahlah ada kenikmatan tersendiri. Kenikmatan kopi akan berkurang bila kita minum dalam keadaan dingin dan menjadi suatu kenikmatan yang luar biasa bila dalam keadaan panas. Begitupun daya tarik kritik pastilah panas dan bila semakin panas maka semakin bisa dinikmati.

Adalah suatu keegoisan jika kita tidak bisa menerima kritikan. Dan dari tidak bisanya kita menerima kritikan maka dari sinilah timbulnya pembenaran diri. Dimana kita selalu merasa benar dari apa yang kita ucapkan, kita lakukan, padahal belumlah tentu itu semua benar. Kita sering terjebak dalam pikiran kita sendiri seperti halnya ikan dalam aquarium terasa bebas tapi sebenarnya tetaplah dalam aquarium.

Ludwig Feuerbach adalah filsuf yang membakar pikiran dan hati banyak orang. Satu kutipan dari Feuerbach adalah “Manusia … baru menjadi manusia melalui manusia lain”. Feuerbach adalah seorang yang sangat kritis terhadap agama. Baginya agama atau kepercayaan pada Tuhan hanyalah proyeksi manusia. Siapa coba yang tidak terbakar bila mendengar dan melihat tulisan yang dinyatakannya dan ditujukan untuk para theis?  Tapi bila kita melihat secara praktisnya memang ada juga bukan? Kita bisa lihat dari sejarah yang ada tentang kekuasaan, yang memerintah sesuatu hal dengan mengatasnamakan Tuhan padahal ada hidden needs (tujuan yang tersembunyi  tanpa ada hubungannya dengan Tuhan).

Kutipan “Manusia … baru menjadi manusia melalui manusia lain”. Ini jelas masuk akal dan berdasar karena kita tidak bisa pungkiri lagi bahwa kita harus butuh seseorang, maka kita juga dikenal dengan mahluk sosial. Pemberian dan berbagi buat saya itu tidak harus berupa hadiah dan nasehat-nasehat tapi kita juga bisa memberikan dan berbagi dengan kritik. Namum kritik yang dimaksud adalah kritik yang membangun dan punya kualitas kritik yang baik.

Kritik yang diberikan oleh Feuerbach tentang agama dan kepercayaan. Membuat kita berpikir dan bertindak bahwa agama itu adalah panggilan hati yang tidak bisa dijual dan ditunggangi atas kekuasaan. Hingga masyarakat sekarang ini lebih berpikir kritis terhadap sesuatunya. Dan sekarang kita juga lebih pintar serta lebih waspada terhadap isu dan provokatif yang mengatasnamakan agama dan Tuhan. Karena agama dan Tuhan adalah sasaran paling empuk sebagai alat provokatif. Dan dengan adanya kritik seperti ini kita lebih mengenal apa fungsi agama dan Tuhan?

Satu hal kritik yang baik adalah kritik terhadap pemahaman seseorang yang menjadi objek kritik kita. Artinya kritik disini bukan menganalisa objek Si pemaham, tetapi hasil pemahaman atau hasil analisa orang itu terhadap objeknya.

Sebagai contohnya saya punya bunga mawar dan andapun diberikan bunga mawar yang sama, setelah itu kita sama-sama disuruh untuk merawat agar tumbuh bunganya dengan cepat dan indah. Anda dan saya sama-sama menyiram secara teratur dan anda memberikan pupuk bunga tapi saya hanya menyiram bunga tanpa memberikan pupuk. Dan kemudian hasilnya bunga mawar yang ada pada anda lebih cepat tumbuh dan berkembang. Dan bunga mawar yang ada pada saya berkembang tapi cukup makan waktu yang lama. Disinilah kritik bisa dibangun bahwa pemahaman saya tentang merawat mawar itu yang salah. Yang tidak mengikuti prosedur yang benar. Jadi kritik itu ditujukan pada pemahaman seseorang bukan objekya yaitu bunga mawar itu sendiri.

Buat saya contoh diatas ini sering terjadi dan menjadi kekeliruan atau fallacy. Dimana yang sering kita kritik adalah objeknya (bunga mawar) bukan pemahaman si penganalisa objek tersebut (saya dan anda). Ya jika seperti ini wajar diskusi buat pembelajaran diri sering tidak konek. Dan yang ada hanya panas  yang tidak nikmat karena tidak terarah kemana, dan pembahasanpun  entah kemana, seperti kita tahu apa itu “kopi” tapi tidak tahu cara menikmatinya. Dan dari sinipula kita bisa terjebak dengan pemahaman kita sendiri.

Bawalah semangat “empty your cup” dan “open minded” karena bila kita membawa semangat kedua itu, kita bisa lebih mudah memahami sesuatu. Dan selalu memberikan ruang kosong untuk dimasuki hal dan pemahaman baru dari luar yang bisa menambah wawasan kita lebih luas dan bukalah pikiran kita seluas-luasnya.

Kita tidak perlu takut terbawa hal yang mengarah ke negative karena tesis itu berbarengan bersama antitesis yang sudah ada. Singkatnya seperti ini kita tahu dan bisa membedakan warna hitam dengan warna  lainnya karena kita tahu warna yang beda dari warna hitam seperti, putih, merah dan lain-lainya yang sudah kita tahu sebelumnya. Dan bagaimana bisa ada warna-warna lainnya dalam pemahaman kita itu? Ya, karena hasil analisa kita terhadap dunia luar (eksternal) yang dikategorikan didalam pemahaman kita (internal).

Jadi kritikpun bisa dibantah selama kita bisa memberikan penjelasan sesuai kaidah hukum logika dan hukum positif yang berlaku.

Salam berbagi kritik,

Pesan :

Tulisan ini tidaklah akademik hanya coret-coretan dan terinspirasi dari judul tulisan teh ML Seks dan Kopi Hangat”. Dan tulisan ini juga pola pikir dan hasil logika saya sendiri dari hasil pengasumsian banyak pikiran orang. Yang pastinya tulisan inipun tak lepas dari kritik karena pemahaman saya tentunya beda dengan anda. So pastinya saya akan menerima segala kritik yang berdasar. I luv u all…  🙂

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! 😛

Sosok = Enggakjelasdotcom

Sosok Bayangan

Sosok Bayangan

Benar salah atau membenarkan dan menyalahkan itu semua hanya hasil akhir dari kebenaran. Dan kebenaran tanpa ada yang membenarkan dan menyalahkanyapun tetaplah kebenaran. Sebagai analoginya seperti ini, 1 + 1 = 2, dari jaman sebelum manusia menemukan angkapun mereka sudah tahu bila benda yang sama yang terpisah berjumlah 2 di wilayah yang beda bila di satukan dalam wilayah yang sama maka hasilnya 2 benda yang sama dalam 1 wilayah dan hasilnyapun tetaplah 2 benda.

Jumlah dari hasil 1 + 1 = 2 itulah yang bisa disebut salah satu kebenaran. Dan bagaimana kita bisa membenarkan dan menyalahkannya yaitu dengan hasil tangkapan logika kita dalam menganalisa jumlah 2 tersebut melalui pengalaman kita menyatukan 2 benda yang sama dalam 1 wilayah. Jika sewaktu-waktu kita dihadapkan dengan orang yang bilang 1 + 1 = 4 maka dengan jelas kita akan bilang bahwa itu salah dan kita menyalahkannya. Dan kebenaran dalam 1 + 1 = 2 itu bisa di buktikan dengan logis dan empiris.

Untuk kebenaran hal logis dan empiris mungkin di lain waktu saya akan menulisnya. Membahas kebenaran dan pembenaran tidaklah selesai dengan tulisan saja tapi kita harus bisa menerima dengan logika dan hati yang bersih serta merasakannya dengan kehidupan nyata.

Satu hal yang tidak bisa di pungkiri lagi bahwa diri kita ini memang selalu mencari kebenaran dan seharusnya bukan untuk mencari pembenaran, tapi inilah yang menjadi fenomena keanehan beberapa orang yang mencari kebenaran tapi terlihat seperti malu-malu kaya pahlawan bertopeng dalam serial animasi Sinchan. Memang apa salahnya kita belajar berani beropini dan mengemukakan pendapat kita ini. Dan kalau memang niat kita belajar dan sekaligus mencari kebenaran, maka awal yang baik adalah kita harus membuka diri belajar dari apa yang tidak kita sukai dan mengenggam sebuah tanggung jawab dari apa yang kita tulis dan yang kita pendapatkan.

Judul sosok = enggakjelasdotcom itu diambil dari mereka yang hanya meninggalkan tanya yang tak terjawab. Dari beberapa orang yang mencoba berdiskusi dengan fair dan mencoba mengajak kita bersama-sama mencari kebenaran. Terlebih mereka yang sering teriak-teriak tentang “Inilah Kebenaran” dan kita dituntut harus menerima dengan fair dan fair lagi dari apa yang mereka kemukakan dengan pendapat-pendapatnya itu bukan masalah. Tapi yang menjadi keanehannya adalah keegoisan yang tidak jelas dibalik sosok yang tidak jelas pula untuk bertanggung jawab ketika mereka dibalik tanding dan disodorkan sebuah bukti yang lebih mendukung. Karena satu hal yang namanya mencari kebenaran haruslah bertanggung jawab dan jelas. Dan seringnya kita tidak sadar bahwa kebenaran itu harus jelas maka mereka yang tidak sadar hanya baru beropini mencari pembenaran bukan mencari kebenaran.

Seringnya kita ditinggalkan dengan tanya yang tak terjawab dari sosok yang tidak bertanggung jawab. Yang hanya berani berpendapat dibalik foto dan nama yang tidak jelas dan entahlah mempunyai tujuan apa? Tapi sangat disayangkan bukan? bila saat ini dari apa yang mereka kemukakan dinilai benar dan di anggap benar oleh banyak orang. Tetapi orang lain tidak tahu siapa yang menjadi sosok tersebut.

Ini benar-benar konyol dan kebenaran seperti ini hanya berlaku pada zaman mereka yang menganggap bahwa pendapat mereka ini benar dan dengan sendirinya juga bahwa mereka ini membodohkan banyak orang, kenapa? Kita bisa belajar dari data-data analisa seseorang tersebut dan kita semua bisa tahu dari hasil menengok fakta sejarah mereka.

Mereka yang tidak jelas hanya punya sejarah kosong nantinya, karena orang-orang dimasa depan akan enggan dan tidak bisa belajar dari sejarahnya. Adakah data yang valid yang bisa kita ambil dari sejarah yang kosong. Dan inilah yang saya sebut sejarah kosong. Saya melihat mereka yang jujur dengan intelektualnya tidak pernah takut mengenalkan identitas mereka dan mereka juga sepertinya punya keberanian dan tanggung jawab yang bisa dijadikan contoh. Bagaimana bisa tercipta satu sejarah bila identitas saja tidak pasti.

Belajarlah dari para filsuf, ilmuwan dan pahlawan revolusi yang sering di anggap gila dan ekstrimis seperti Galileo Galilei dan Soe Hok Gie dan lain-lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan dan ditulis. Mereka itu semua adalah orang-orang yang jujur dengan dirinya sendiri (baca : Intelektualnya) dan selalu konsisten dalam belajar dan pastinya punya tujuan yang jelas.

Bercermin pada Galileo Galilei yang di anggap bertentangan saja masih berani mengenalkan identitasnya bahkan beliaupun dihukum karena hasil temuan dan pendapatnya bertentangan dengan doktrin agama pada saat itu. Coba bayangkan bagaimana bila sosok Galileo Galilei tidak jelas. Saya kira masyarakat dunia tidak bisa belajar dari analisa atau hasil pengamatan Galileo. Terlebih perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang selalu maju kedepan akan menjadi gelap dan samar. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan itu berasal dari orang yang jelas dan produk sejarah yang jelas pula.

Galileo Galilei hanya cerminan sosok yang hidup dimasa lalu dan bukan dari bangsa ini. Dan sebagai tambahan tulisan ini cobalah kita tengok bagaimana sejarah dan pemikiran-pemikiran Soe Hok Gie dalam membela rakyat yang tertindas dan kenapa kita tidak melihat dari sosok semangatnya untuk mengubah keadaan bangsa ini agar lebih baik. Dan Soe Hok Gie pun mempunyai kejelasan. Saya penggal kutipan dari Gie “Lebih baik di asingkan dari pada menyerah pada kemunafikan”.

Ada hal yang buat saya sangat masuk akal dan berdasar yaitu sebuah Negara yang dilatarbelakangi dan dibangun dengan kebenaran yang jelas maka Negara tersebut akan terus maju. Buat saya pribadi kemajuan sebuah bangsa itu karena didalamnya ada sebuah kesadaran dan kejelasan. Kita bisa mulai dari diri kita sendiri tanpa harus takut dan ragu-ragu untuk menjadi diri sendiri. Bagaimana bisa kita ubah keadaan negeri ini bila kita tidak sadar bahwa kita hanya berani dibalik sosok yang tidak jelas.

Pesan :

Tulisan yang sederhana dan tidak akademik ini hanya mengajak kita membuka semangat baru tanpa harus malu, ragu-ragu, dan tidak jelas. Karena saya tahu siapapun orangnya pasti membutuhkan kebenaran yang jelas. Dan terima kasih buat Teteh Mariska Lubis karena disalah satu tulisannya menjadi inspirasi buat saya untuk menulis ini yang berjudul kebenaran atau pembenaran?. Dan semoga orang yang membaca tulisan ini tidak tersinggung dan lebih merasa percaya diri dan harapan saya adalah tulisan ini menjadi bermanfaat.

Salam Perubahan.

Tangerang 15.47… 22 februari 2010 lupa detiknya hahahaha…

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~ PiSs ah…!! 😛

“SOSOK IDEAL” DI NEGARA DUNIA KETIGA

“Hero..hero..My hero.. “ teriakan yang sering terdengar ditelinga kita

Siapa sih orangnya yang enggak punya sosok ideal…?

Karena setiap manusia butuh manusia lainnya (baca: contoh) sebagai bentuk kebutuhan.

Sebenarnya sosok ideal itu bukan masalah bila kita lihat sebagai contoh yang baik. Yang artinya bila kita melihat dari kondisi yang hanya cocok buat kita. Tapi sosok ideal bisa menjadi sebuah masalah yang sangat mendasar dalam hubungan cinta, terlebih dalam hubungan cinta secara umum. (cinta keluarga dan Negara)

Dan untuk memudahkan kita melihat bahwa sosok ideal bisa menjadi permasalahannya, maka saya akan mencoba mengilustrasikan sebuah obrolan sehari-hari dibawah ini :

T : Kamu bisa enggak sih jadi kaya Si Anu (sosok ideal)…?

J : Aku enggak bisa janji, terlebih lagi harus terpaksa menjadi Si Anu.!!

T : Kenapa enggak bisa sih..? Si Anu itu selalu memberi apapun buat kekasihnya.

J : Masa sih.? Memangnya apa saja yang Si Anu beri pada kekasihnya..?

T : Banyaklah seperti inilah itulah pokoknya banyak deh..(ekonomi yang berlebihan)!!!

aku kan jadi iri, makanya kamu bisa enggak jadi kaya Si anu..?

J : Aku bukannya tidak mau menjadi apa yang kamu mau, tapi aku akan mencoba memberi

apapun dari apa yang aku punya untuk kamu sayang..!!!

T : Pokoknya kamu harus kaya Si Anu, aku enggak mau dengar alasan-alasan lagi..

J : Kalau kamu nuntut aku terus mendingan kamu kejar aja Si Anu itu, lagian aku sudah mulai

bosan dari dulu, persoalannya yang itu-itu aja.. enggak ada yang lain apa?

Kamu itu belum bisa membedakan mana yang sosok ideal atau sosok bergengsi.

Ilustrasi diatas memang sering terjadi di kehidupan kita bukan? Terlebih yang sudah berkeluarga atau yang sudah membangun rumah tangga, pasti sering mengalami obrolan seperti itu. Dunia bukan punya hanya dua warna hitam dan putih. Tapi dunia punya banyak warna yang artinya dunia selalu memberikan opsi buat kita untuk memilih warna-warna yang kita butuhkan. Tapi ini juga yang disayangkan kita hanya bisa melihat dua warna itu saja yaitu selalu hitam atau putih. Dan inilah kita yang sering melihat satu permasalahan itu hanya dari satu sisi saja.

Sosok ideal ini sebenarnya menjadi samar atau diremang-remangkan dengan sosok bergengsi. Apalagi hidup di Negara dunia ketiga yang masalahnya selalu ditekankan pada ekonomi, padahal kalau kita mau lebih jeli tentunya bukan ekonomi yang menjadi masalah utamanya tapi moral dan kesadaran kitalah yang bermasalah.

Sosok ideal itu bukan harus selalu dilihat dari segi ekonomi tapi dapat kita lihat mereka yang disebut sosok ideal adalah mereka yang mempunyai moral dan kesadaran yang tinggi. Ekonomi bukan jaminan menjadi sosok ideal, buktinya ekonomi seseorang bisa saja terlihat baik tapi benarkah cara mendapatkannya dengan cara yang baik juga? Di Negara dunia ketiga seperti Negara kita ini yang namanya korupsi bukan hal yang aneh dan orangnya yang menjalankannya yang biasa disebut koruptor atau biangnya penjahat bisa jadi sosok ideal. Dan ini yang anehnya bukan..?

Sosok ideal seperti nabi Muhammad, Yesus, Budha dan sosok-sosok lainnya yang berangkat dari segi moral dan kesadaran tidak berlaku menjadi sosok ideal. Mereka hanya menjadi sosok angan-angan yang adanya dalam angan-angan.  Dan sosok ideal lainnya yang berangkat dari HAM seperti Marsinah, Gie, R.A Kartini dan banyak juga yang lain-lainya hanya menjadi sosok sejarah yaitu sosok yang ada hanya dalam ingatan sejarah, itupun bila kita mau menengok kembali sejarah.

Di Negara dunia ketiga sosok ideal seperti mereka-mereka itu jarang sekali dijadikan sebagai sosok yang hidup dalam kenyataan. Merekalah yang sebenarnya menjadi sosok suri teladan buat pembangunan moral, kesadaran dan nilai-nilai yang memperjuangkan HAM. Dan seharusnya kita yang sudah punya masalah dari segi kepribadian seperti moral, kesadaran sampai pada sosial dapat belajar dan mencontoh dari mereka sebagai tatanan dasar sebuah sosok ideal.

Jelas berbeda antara sosok ideal dan sosok bergengsi. Sosok bergengsi itu sering menggores luka hati dan membawa kita pada stigma, terlebih kita hanya bisa memanjakan mimpi pada tingkat tong sampah. Ini semua terjadi karena sulitnya kita membedakan sosok ideal dan sosok bergengsi.

Semangat kekeluargaan Negara ini bisa hancur bila kita yang hidup di antara keluarga-keluarga kecil sampai bentuk Negara, punya penilaian yang salah pada sosok bergengsi yang telah dinilai menjadi sosok ideal.Kesalahpahaman menilai sosok ideal seperti ini haruslah dihentikan karena bila tidak dihentikan dari sekarang maka akan jadi budaya yang memiskinkan kita selamanya.

Dalam satu hubungan yang saya rasa, saya lihat dan kemungkinan bukan saya saja yang merasakanya. Bahwa hidup dalam tekanan keambiguitasan membuat kita bisa melihat sebuah hubungan hanya bisa menuntut sosok bergengsi dari pada menjalin satu hubungan yang berkualitas. Kasusnya banyak seperti perceraian, mendominasi anak menjadi seperti sosok bergengsi, sehingga seorang anak stress karena harus mengikuti kemauan orang tua yang telah salah menilai bahwa kuantiti itu lebih utama dibanding kualitas. Padahal kuantiti bukan jaminan menjadikan anak seorang yang berkualitas.

Pernah saya alami dalam satu kelas waktu sekolah dulu di tanya oleh seorang guru dari 10 murid yang mengikuti pelajarannya. Satu pertanyaan yang guru sampaikan itu pada murid-muridnya seperti ini “kamu, kamu, kamu atau kalian sudah lulus sekolah ingin menjadi apa?”.Dari 10 murid itu 8 orangnya menjawab “mau kerja cari uang” dan 2 orang mau menjawab buka “usaha sendiri”. Inilah yang hasilnya 2 : 8 dan bila di persentasikan hanya 20 % yang berkualitas dan 80 % memilih kuantiti. Ini semua karena pelajaran keluarga begitu pentingnya hingga menanamkan sosok bergengsi pada kita sejak kecil sehingga mempengaruhi kita memilih berkuantiti dibanding berkualitas.

Sebuah pemikiran yang tertanam lama itu sulit dihilangkan bila kita tidak ada sebuah keberanian untuk melawan, merubah pola pikir dan memberi waktu pada hal-hal yang tidak kita sukai. Maka akhir tulisan ini, saya penggal satu kutipan dari GIE “Lebih baik di asingkan dari pada menyerah pada kemunafikan”.

Salam Perubahan.

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p

Ada Badut-badut yang Tidak Lucu

Ilustrasi google

Semenjak masyarakat negeri ini banyak yang mengenal baca, tulis dan berhitung maka bisa dikatakan negeri ini menuju gerbang pintu kemajuan walaupun belum memasuki pintu kemajuan. Dan tidak sedikit juga dari kalangan masyarakat yang sudah mengenal internet yaitu jaringan komunikasi termudah buat mengakses info seluruh dunia. Dengan jasa internet kita bisa menerima berita dan info-info terkini dari info yang up to date sampai dengan info yang sudah lamapun masih bisa kita dapatkan.

Hidup pada zaman digital dan teknologi yang memudahkan komunikasi membuat wawasan kita semakin bertambah dan mau tidak mau kita harus tetap bersaing bukan antar Negara saja tapi bersaing dengan individu yang lain yaitu dialog lokal antara banyak pribadi yang hidup di negeri ini. Dan kali ini saya tidak membahas persaingan antar Negara karena menurut hemat saya persaingan lokal mungkin lebih penting.

Permasalahannya bukannya masyarakat ini takut akan persaingan. Tapi persaingan yang tidak sehatlah yang jadi permasalahan utamanya. Bersaing ingin menjadi wakil rakyat dengan banyaknya praktek dan trik yang tidak jujur yang dilakukan oleh calon wakil rakyat bisa menjadi pemicu agar hidup disini bisa bahagia maka jadilah badut-badut penghibur rakyat (penghibur sementara) dan setelah menjadi wakil rakyatpun tetap melakukan cara-cara yang tidak sehat pula walaupun tidak semuanya begitu.

Seorang wakil rakyat yang tadinya dipercaya sebagai wakil, seharusnya mampu membawa negeri ini untuk maju dan mampu membawa negeri ini keluar dari segala kesulitan yang melandanya. Dan ternyata “Pengkhianatan atas nama profesi” itulah yang sering terjadi disini, kesempatan dan kepercayaan masyarakat Indonesia sering digunakan sebagai kesempatan memperkaya diri dibanding tugasnya sebagai wakil rakyat.

Dari banyak individu yang merasa terpanggil untuk membawa negeri ini keluar dari krisis multi dimensi maka pengobralan janji-janji begitu muluknya yang membuat para pendengarnya disihir dan terhibur seperti melihat badut-badut diatas panggung walaupun sebenarnya tidak lucu. Tujuan badut-badut itu sebenarnya tidak untuk menghibur penontonnya tapi hendak menipu. Dan setelah penontonnya merasa terhibur maka badut-badut itu kembali memulai aksi triknya

Praktek pembodohan masyarakat memang sering dilakukan badut-badut itu. Karena masyarakat awam masih belum mampu mengenali dan membedakan mana yang menjadi benar-benar pahlawan yang membela mereka dan mana yang hanya menjadi badut-badut penghibur. Dan anehnya masih saja banyak yang percaya dengan hiburan sementara yang tidak mampu memberi jalan keluar. Yang hanya menggerogoti tubuh dari dalam seperti virus penyakit yang susah terdeteksi dan susah diobati.

Dan itu semua yang sudah kita rasakan hidup diberbagai orde yang pernah mengisi kekuasaan pada negeri ini. Dan buat kita yang masih muda yang lahir pada saat negeri ini sudah merdeka sudah seharusnya dengan gairah muda membangun dan memperbaiki keadaan negeri ini tanpa harus berpangku tangan menunggu pahlawan-pahlawan yang tidak tahu kapan datangnya. Dan kita seharusnya tidak putus asa untuk bisa menjadi pejuang dan menjadi pribadi yang tangguh.

Kita harus yakin negeri ini sebenarnya tidak dihukum oleh Tuhan. Pilihan maju dan tidak majunya negeri ini ditangan kita semua dan menjadi tanggung jawab bersama. Bukan lagi diserahkah pada pemerintah saja tapi dari berbagai pelosok dan status semua golongan haruslah punya andil berbuat sesuatu pada negeri ini.

Negeri ini tidak butuh badut-badut yang sebenarnya tidak lucu. Menjadi wakil rakyat bukanlah masalah hanya saja sangat disayangkan bila seorang wakil rakyat bersikap seperti badut yang tidak lucu yang selalu mengenakan kostum badut yang menipu rakyatnya sendiri. Disana-sini banyak kita temukan badut-badut yang tidak lucu dari kelurahan sampai pada Dewan dan Majelis Perwakilan Rakyat. Apakah memang negeri ini, negerinya para badut melatih diri dan tempatnya berkembang biak?

Tapi kita cobalah jangan pesimis dengan komunikasi yang ada kita bisa belajar berkritis dan belajar melihat sesuatu dengan konkret. Dan coba tanamkanlah benih-benih cinta pada negeri ini dan terus mengejar menjadi pribadi yang unggul agar kita bisa membantu pemerintah dan semua golongan masyarakat yang ada di negeri ini agar keluar dari krisis multidemensi dan menjadikan negeri ini bukan negeri para penghasil badut-badut yang tidak lucu.

Teknologi dan sarana komunikasi sudah mudah didapatkan tinggal bagaimana kita dapat mengapalikasikannya pada kemajuan untuk kita semua yang tinggal dinegeri tercinta ini. Salah satu sarana komunikasi dan buat pembelajaran pembentukan karakter dan info-info yang aktual bisa didapatkan di blog ini, hehehe becanda deh.

Salam berkarya,

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya Oleh Gw Untuk Lo~ PiSs ah…!! :p

JAWABAN BUAT THEIS

JAWABAN BUAT THEIS

Sebuah pelajaran yang berharga buat seorang theis  yang cuma berkelas pada teori dan konsep tentang ketuhanan namun tidak mampu menghadirkan konsep tuhan pada kenyataan hidup. Mereka  selalu bilang bahwa kebaikan berasal dari tuhan. Seorang yang sering mengucapkan dan mengkonsepkan bahwa tuhan itu maha baik seharusnya bisa tercermin dari prilaku pengucap tersebut. Dan dari sikaplah semua orang bisa dinilai bukan dengan konsep yang dipaparkan. Apakah perlu label theis, atheis dan agnoktis dikenakan pada setiap orang? Jauh sebelum kita lahir masalah seperti label-label yang dikenakan hanya mentok pada bentuk teori bukan pada bentuk praktis.

Salah satu persyaratan agar bisa dibilang hidup adalah gerak. Karena gerak bisa diartikan sebagai tumbuh, berkembang dan bisa berpindah tempat. Dan gerak adalah sebuah hukum yang harus diterima oleh manusia agar bisa dibilang hidup. Karena alasan “gerak” ini kita bisa membedakan mana yang bisa dikatakan  seseorang itu bisa dikatakan benar-benar berlabel theis yang bukan hanya dalam konsep/teori. Kalau memang tuhan maha baik sudah sewajarnya kita berbuat (gerak) baik karena kita mengikuti ajaranNya, bukan dengan angan-angan tapi mencoba praktis karena konsep itu hanya ada didalam pikiran kita yang belum tentu berguna buat sekitar. Baik binatang, tumbuhan dan manusia haruslah ikut merasakan kebaikan kita dengan perbuatan kita. Inilah tantangan buat seorang yang mengakui sebagai theis  dan berbuatlah karena mengerti apa yang diperbuat.

Sesuatu pengetahuan yang sudah masuk didalam pikiran kita tetap tidak bisa dinilai menjadi baik karena penilaian itu harus ada sesuatu yang nyata atau real dalam bentuk sikap yang bisa dilihat oleh mata kepala kita sendiri dan mata hati kita. Coba kita renungkan kembali dari pertama kita lahir yang belum bisa berbuat apa-apa sampai dengan bisa memilih dan memilah semua yang ada karena proses pembelajaran, tapi apalah artinya itu semuanya tanpa perbuatan.

Belajar membaca, menulis dan berhitung menjadi sia-sia ketika mati ataupun kita yang mempunyai konsep dan pengetahuan yang tinggi tentang ketuhanan tidak bisa berguna ketika dihadapkan kematian lalu semua hasil pikiran kita musnah begitu saja dibawa keliang kubur. Tujuan hidup bukanlah berakhir pada kematian tapi tujuan hidup yang jauh lebih bernilai baik ketika kita dengan masing-masing keunikan yang dimiliki sanggup membuat sesuatu yang berharga dan sangat bermanfaat buat banyak orang. Bukankah seorang theis itu dituntut untuk berbuat baik dengan ilmu pengetahuan? Maka ilmu pengetahuan akan menjadi nilai yang baik ketika diaplikasikan dengan perbuatan kita selama hidup.

Menjadi theis itu kadang bisa berbeda pengetian dari makna theis itu sendiri. Theis adalah orang yang percaya keberadaan tuhan namun dalam praktik hidup keseharian tuhan tidak ada. Dan kalau memang menjadi theis adalah panggilan hati maka sudah sewajarnya kita harus menghadirkan tuhan lewat kesadaran dalam praktek hidup bukan selalu dengan opini dan konsep-konsep terus tapi dengan sikap.

Lalu apa manfaatnya label-label tersebut dan semua atribut pikiran yang kita kenakan kalau dalam kenyataan kita berbeda pada label itu sendiri. Label theis tidaklah menjamin kita menjadi sesuatu yang berguna dan tanpa label apapun bisa jadi berguna bila memang kita mengedapankan ajaranNya dengan hidup ini.

Pesan :

Tulisan yang saya buat ini hanya konsep juga kok..jadi konsep-konsep yang ada hanya berlaku pada diri anda masing-masing yang tidak bisa dipaksakan buat orang lain. Artinya konsep label theis itu masalah hal privasi tapi kalau bersikap sudah harus dipertanggungjawabkan  untuk diri sendiri tapi juga buat sosial (orang lain).

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p

UPACARA DI BAWAH BENDERA “TELEVISI” DAN PARA PENGEMAR VIRUS LATAH

Lagi santai menikmati liburan setelah 6 hari lamanya bekerja akhirnya datang juga hari yang dinanti. Karena merasa ketinggalan acara tv jadi mulai saya klik-klik remote tv dan dari satu saluran swasta yang saya tonton selama setengah jam yang beritanya hanya peristiwa kekerasan dan berbagai motif, modus, dan segala trik kejahatan serta akibat-akibatnya dari kekerasan tersebut membawa saya pada kesimpulan ngerinya hidup di negeri ini. Namun kita sadar bukan? bahwa yang saya lihat dan yang saya simpulkan hanya kesimpulan yang abstrak.

Kemudian setelah itu saya klik kembali ke saluran acara tv swasta yang lain dan sekarang yang saya temukan berbagai acara tv tentang sinema rohani, kehidupan mewah, dan segala roman hidup. Dari acara-acara tersebut yang saya tangkap ternyata mampu membuat hipnotis dan bisa memberi suggesti pada masyarakat kita bahwa kenyataan hidup itu sama seperti acara sinema-sinema yang di tonton. Mungkin mereka lupa bahwa acara tv tersebut hanya hiburan semata dan kemungkinan besar sebagai lahan bisnis buat mereka yang memang idealisnya adalah kapitalisme. Sinema-sinema itu banyak khayalan jauh dari kenyataan yang kita lihat bukan? Walaupun ada manfaatnya juga sangat tidak banding dengan efek buruknya pada hidup yang nyata. Dan bila saya coba mengkritisi seperti ini :

  • Sinema rohani, pada dasarnya sangatlah bermanfaat dengan pesan-pesan energi spiritual mencari kesadaran bagi si penonton. Namun yang kita lihat bukanlah pesan-pesan energi spiritual yang di utamakan tapi pesan menakut-nakuti penonton masyarakat awam yang belum melihat acara tv itu bukanlah info yang utama. Terlalu banyak pesan tidak logis yang di kasih para penonton setia sinema tersebut yaitu pesan-pesan yang berbau klenik, gaib, dan hal-hal yang di luar masuk akal. Dan seringnya kita di sugguhkan acara tv tersebut maka hal itu bisa menjadi kebutuhan imajinasi kita yang mulai berkembang seiring acara dan model sinema seperti itu, dan inipula yang harus ada filternya. Karena bila setiap hari dalam 24 jam kita punya waktu dan diisinya paling sedikit 3 jam buat habiskan untuk hal itu maka akan ada penggeseran nilai-nilai spiritual (baca: kenyataan) menjadi nilai spiritual dalam bentuk klenik.
  • Sebagai contoh dengan temanya “orang yang memakan uang haram dan ketika meninggal kuburannya penuh belatung” maka penilaian kita (penonton) akan takut dan merasa tenang seakan tuhan itu membalas orang-orang yang makan uang haram tersebut dengan hukuman seperti itu. Dan inilah yang menjadi pertanyaan saya :
  1. Apakah anda pernah lihat secara langsung kejadian seperti itu?
  2. Apakah memang seperti itu hukumannya?
  3. Bagaimana dengan hukum biologi tentang pembusukan hingga keluarnya belatung-belatung itu?
  • Sinetron kehidupan mewah atau yang di sebut glamour, pastinya sudah tentu berbeda pada kenyataan di Indonesia yang mana masyarakatnya masih jauh untuk kata sederhanapun rasanya kurang pas tapi lebih kebawah (miskin). Sinetron-sinetron yang membuat gigit jari bila menontonnya, coba bayangkan hidup di rumah yang seakan istana dengan kendaraan yang mahal, pembantu dan fasilitas lainnya yang plus. Semua orang ingin melangsungkan mimpi seperti itu tapi tak pernah tahu kapan mimpi itu hinggap di tempat dan waktu yang tepat.
  • Kaitanya dengan kenyataannya adalah hampir setiap orang tua ingin anaknya menjadi orang sukses dan bahagia itu hal wajar. Tapi ini yang menjadi permasalahannya bukan hal yang wajarnya tapi penilaian sukses dan bahagia itu? Bahwa kita menilai kebahagian harus dilihat dengan kemewahan karena terimingi cerita-cerita kemewahan di sinetron itu. Penilaian seperti ini membuat rasa bersyukur itu menjadi sempit dan bila tujuan belum tercapai hanya ada perasaan mengeluh.
  • Sinetron cinta-cinta dan sinetron-sinetron lainnya sama halnya masih mengutamakan uang dan kekuasaan di banding manfaatnya.

Hidup di bawah bendera televisi membuat kita seakan menjadi  bintang ditelevisi dan hampir melupakan kenyataan karena terlalu banyak mengasumsi sugesti dan pesan yang buruk dari televisi. Pada dasarnya televisi bisa jadi sastra masyarakat Indonesia seperti apa yang di bilang Garin Nugroho “Televisi adalah sastra rakyat hari ini”. Tapi sebuah sastra yang baik haruslah mempunyai nilai dan memberi pesan yang logis dan nyata sehingga para penonton acara tersebut bisa ambil contoh yang baik dan bisa lebih berkreasi membuat ide-ide cermelang yang lebih membangun negeri ini.

Sebuah ide itu lahir dari ide sebelumnya dan terus-menerus memperbaiki ide yang ada atau kalau perlu membuat ide itu berbeda sama sekali dari ide yang sebelumnya. Cobalah kita jujur acara di televisi selalu lebih marak dan lebih laris karena satu ide acara yang jauh berbeda yang bisa memberikan hiburan dan suggesti terbaik untuk penonton. Tidak buat acara disini yang kebanyakan mengambil sama persis dari ide sebelumnya hanya berbeda nama acaranya dan inilah yang saya sebut sebagai virus latah. Apa bangsa ini akan mewariskan virus latah ke generasi selanjutnya? Apakah kita memang sudah mendarah daging untuk beridealis virus latah ini?. Saya selalu suka menonton acara televisi dari sebuah acara tentang alam Indonesia ini dan acara-acara tersebut membuat saya bangga hidup di negeri yang kaya sumber alamnya. Dan bila kita mau berkritis sedikit saja tentang hal ini seharusnya kita harus lepas topeng dan atribut pikiran kita yang selalu berpangku tangan terhadap orang lain.

Bangga akan sumber alamnya itu belumlah cukup karena kita tidak membuat kebanggaan pada sumber daya manusianya yang selalu mengenakan virus latah dan atribut pikiran yang berpangku tangan. Hal aneh yang saya temukan dan saya rasakan kenapa wisatawan asing selalu mengaggumi sumber daya alamnya yang permai, banyak budaya dan seni yang membuat kagum untuk di pelajari. Sekali ini kita harus jujur merasa kalah terhadap wisatawan asing itu sendiri, kenapa? Rasa kagum dan rasa ingin mempelajari seni, budaya dan ingin menjelajahi alam Indonesia ini lebih tinggi di banding kita yang tinggal disini. Kenyataan yang saya lihat waktu masalah tarian yang di akui oleh Malaysia itupula yang menjadi renungkan kita, apakah kita memang benar melestarikan budaya tarian itu, seni dan alam ini ? ya kita tidak jujur bukan? Lihatlah di sekeliling kita. Kita lebih tertarik pada hal lain karena kita tidak mau mengenal tarian yang ada didalam seni budaya di negeri ini dan bila ada seseorang dari kita yang suka akan sebuah tarian dan mencoba melestarikannya pasti orang tersebut hanya mendapatkan tertawaan atau di bilang tidak gaulah (ketinggalan zaman) dan ini yang membuat kita semakin tertinggal. Dan inipula yang disebut orang sebagai tamu di negeri sendiri. Kita ini adalah tamu di negeri sendiri, apa pernyataan itu salah? Saya rasa tidak dan inilah fenomena ambiguitas hidup di bawah acara televisi dan virus latah menjadi penyakit yang sulit di hentikan.

Satu hal yang hampir kita lupakan adalah makna upacara hari senin dibawah bendera merah putih lama-lama hilang di telan upacara dibawah televisi. Apakah sebanding jasa para pahlawan yang gugur untuk negeri ini dengan virus latah yang kita endap ? Ini bukan masalah yang sepele kita harus mencoba menghentikanya. Dan bangunlah negeri ini dengan segala kreatiftas yang ada dan bangkitkanlah kembali rasa perjuangan didalam dada kita!!!

Pesan :

note yang saya buat ini hanya sebagai pengingat tanggung jawab kita dan saya ingin mencoba menanamkan rasa hutang pada negeri ini. Dimana kita kecil dan sampai dewasa kita terus mengambil segala kebutuhan pada bumi alam dari negeri ini dan sudah kewajaran kita membayar hutang pada negeri ini dengan melestarikannya serta memperkenalkan ide yang baik pada dunia bahwa negeri ini mampu jadi Negara yang hebat yang tidak mencuri ide-ide dan tidak harus berpangku tangan.

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gw Untuk Lo~  PiSs ah…!! :p